Setiap Muslim pasti berkeinginan merasakan manisnya iman. Satu harapan yang senantiasa bergema dalam doa harian mereka. Betapa tidak, seorang Muslim yang sudah merasakan manisnya iman ia pasti akan terbebas dari segala belenggu, ia mampu membuat manis segala yang pahit, membuat lapang segala kesempitan, dan membuat nikmat segala penderitaan.
Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa ada tiga tanda seseorang telah merasakan manisnya iman. Sahabat Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka (HR. Bukhari no. 16).
- Mencintai Allah Dan Rasulullah ﷺ Melebihi Yang Lainnya.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya secara tulus, ikhlas, dan penuh totalitas menjadi syarat utama apabila seorang Muslim berharap manisnya iman. Kecintaan kepada keduanya harus melebihi kecintaan kepada apa pun dan siapa pun. Artinya, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus dijadikan sebagai tujuan puncak dan kehidupan seorang Muslim.
Seorang Muslim yang mencintai Allah akan senantiasa selamat dari tindakan destruktif manusia lainnya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia.” (HR Ad-Dailami)
- Mencintai Karena Allah.
Cinta karena Allah seperti dicontohkan kecintaan seseorang yang sedang berjihad di jalan Allah, tidak untuk tujuan duniawi. Juga, seperti kecintaan seseorang untuk beramal dan berjuang dalam lapangan pendidikan dengan tujuan semata mencari keridhaan Allah SWT.
Mencintai orang lain karena Allah menjadi barometer kesempurnaan keimanan seseorang. Semakin ia mencintai orang lain karena Allah, semakin sempurna pula iman dia kepada Allah. Karena itu, amatlah merugi seseorang yang mencintai orang lain bukan karena Allah. Selain karena Allah akan murka terhadap orang itu, juga perbuatannya tidak akan bernilai pahala dan menghasilkan apa-apa yang berguna bagi keduanya kecuali kesia-siaan.
Rasulullah saw., bersabda, “Siapa saja yang memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka berarti ia telah sempurna imannya.” (HR Hakim).
- Membenci Kekufuran.
Seorang Muslim yang berharap merasakan manisnya iman akan meninggalkan jauh-jauh segala perbuatan yang berpotensi menyebabkannya kembali terjebak pada lubang kekafiran. Di antara perbuatan yang menyesatkan adalah tidak lagi meyakini Allah sebagai Tuhan melainkan lebih percaya kepada hal-hal yang mistis, memberikan kewenangan menetapkan kepastian hukum dan pembuatan undang-undang kepada selain Allah.
Di sinilah pentingnya sikap kehati-hatian dipegang teguh oleh setiap Muslim. Jangan sampai kita tidak paham atau terlena ketika melakukan suatu perbuatan padahal perbuatan itu sesungguhnya akan menggiring kita pada kekafiran.
Kemampuan kita menjauhi kekafiran sesungguhnya ditentukan oleh kualitas keimanan kita kepada Allah. Kekafiran hanya akan menimpa orang Muslim yang keimanannya masih samar-samar. Sementara bagi orang Muslim yang kualitas imannya kuat, kekafiran pasti menjadi musuh nyata yang akan dilawan secara keras hingga ia keluar sebagai pemenangnya. Karena ia yakin bahwa Allah akan memberikan kekuatan dan kemenangan, sebagaimana ia yakin bahwa Allah sesantiasa melindunginya kapan dan di mana pun berada.
Berbahagialah orang-orang yang dapat merasakan manisnya iman. Ia akan mendapatkan kebahagiaan dan kemudahan dalam menjalani hidup di dunia serta akan selamat di akhirat.
Apabila seseorang memperhatikan bahwa syari’at tidak akan memerintahkan ataupun melarang sesuatu kecuali yang mengandung kemaslahatan dalam waktu dekat atau keselamatan di masa mendatang, tentu saja akal sehat akan mengedepankan hal itu.
Jiwanya akan terlatih untuk mengerjakan perintah syari’at sehingga hawa nafsunyalah yang mengikuti dirinya. Akalnya merasakan kelezatan dalam menjalankannya. Kelezatan akal seperti ini adalah dengan meraih kesempurnaan dan kebaikan dari sesuatu yang memang sempurna dan baik.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan istilah manis untuk menggambarkan kondisi tersebut, sebab rasa manis merupakan kelezatan yang dapat dirasakan oleh indera manusia.”
#artikel #novmi #motivasi #sifatmanusiayangmanisimannya #belajarbersama #mabifoundation #kalibaru #cilincing #jakartautara