Maraknya Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
Akhir-akhir ini perihal kesehatan menjadi perbincangan yang menjadi sorotan utama dalam bahaya nya obat yang dapat pemicu kasus ganguan gagal ginjal akut pada anak.
Sejak akhir Agustus 2022, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam pada anak, utamanya dibawah usia 5 tahun.
Peningkatan kasus ini berbeda dengan yang sebelumnya, dan saat ini penyebabnya masih dalam penelusuran dan penelitian.
Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kasus gangguan ginjal akut bertambah mencapai 241 kasus dari 22 provinsi per 21 Oktober. Dari seluruh kasus ini jumlah kematian mencapai 133 kasus alias telah menembus 55%.
Dari data ini, mereka yang terkena gangguan ginjal didominasi balita yaitu 153 kasus (1-5 tahun). Disusul 37 kasus (6-10 tahun), 26 kasus (<1 tahun), dan 25 kasus (11-18 tahun).
Kemenkes juga merilis daftar 102 obat yang diduga mengandung senyawa penyebab kasus gangguan ginjal pada anak.
Daftar obat ini dirilis setelah pihak Kemenkes memeriksa 156 anak yang mengonsumsinya dan berakhir dengan gangguan ginjal.
Dengan kejadian meningkatnya kasus gagal ginjal pada anak BPOM berjanji untuk mengintensifkan pengawasan, dan khususnya pada bahan cemaran yang berpotensi menyebabkan gagal ginjal yaitu EG dan DEG dalam produk obat.
Langkah pembatasan obat cair atau sirup yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, disambut positif oleh pakar epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman.
Namun dia menegaskan, perlunya mitigasi risiko agar masyarakat tidak khawatir dan bertanya-tanya tentang keamanan obat yang dikonsumsi anak mereka.
“Dengan adanya kasus gagal ginjal akut pada anak, Indonesia harus melakukan transformasi sektor Kesehatan. Adanya kasus-kasus yang ditemukan di negara lain semestinya menjadi pemicu untuk dilakukannya deteksi dini di Indonesia. Bukan justru menunggu jatuhnya korban jiwa, baru bergerak melakukan penelitian,” kata Puan dalam keterangan persnya yang diterima Parlementaria, Jumat (21/10/2022).
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes juga sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Penulis Novita